Jumat, 22 Mei 2009

MOSB DAN PLPK

PROGRAM MASA ORIENTASI SISWA BARU (MOSB) DAN PLPK
SMAN 1 BANJAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010

I. Pendahuluan

Masa orientasi siswa baru ( MOSB) termasuk didalamnya kegiatan Pemusatan Latihan Pengenalan Kepenegakan (PLPK) merupakan momen terpenting bagi setiap siswa baru untuk mengetahui eksistensi sekolah yang dimasukinya secara lebih mendalam, lebih detil dan lebih awal. Termasuk hal terpenting yang harus diketahui dan dipahami siswa baru diantaranya adalah : Visi - Missi Sekolah, struktur kelembagaan dan personalnya, sarana prasarana, kegiatan kurikuler ( intra dan ekstra) dan berbagai aktivitas beserta seluruh dinamikanya. Pengetahuan yang dimiliki siswa baru ini akan menjadi informasi awal bagi dirinya untuk bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi baru serta mampu menyiapkan strategi belajar yang lebih efektif dan efisien.

II. MATERI UMUM PEMBINAAN KESISWAAN DAN JENIS KEGIATAN PEMBINAAN KESISWAAN
(menjadi standar/acuan dalam MOSB/PLPK dan kegiatan ekstrakurikuler selanjutnya)

1. Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain :
a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;
b. Memperingati hari-hari besar keagamaan;
c. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama;
d. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;
e. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;
f. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.

2. Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain :
a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;
b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);
c. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan;
d. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama;
e. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;
f. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan kerindangan).

3. Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain :
a. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
b. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne);
c. Melaksanakan kegiatan kepramukaan;
d. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah;
e. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para pahlawan;
f. Melaksanakan kegiatan bela negara;
g. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
h. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.

4. Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antar lain :
a. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian;
b. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;
c. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);
d. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;
e. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran;
f. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian;
g. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah;
h. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;
i. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;
j. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.

5. Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain :
a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;
b. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;
c. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;
d. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;
e. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato;
f. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan;
g. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah.

6. Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain :
a. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;
b. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;
c. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;
d. Melaksanakan praktek kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktek kerja industri (Prakerim);
e. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;

7. Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain :
a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);
c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok, dan HIV AIDS;
d. Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja;
e. Melaksanakan hidup aktif;f. Melakukan diversifikasi pangan;g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.

8. Pembinaan sastra dan budaya, antara lain :
a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra;
b. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;
c. Meningkatkan daya cipta sastra;
d. Meningkatkan apresiasi budaya.

9. Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain :
a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran;
b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;
c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan.

10. Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain :
a. Melaksanakan lomba debat dan pidato;
b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi;
c. Melaksanakan kegiatan English Day;
d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);

III. PENJABARAN PEMBINAAN KESISWAAN DALAM MOSB DAN PLPK

3.1. Kendali Kegiatan
Dalam pembinaan kesiswaan khususnya dalam MOSB dan PLPK diperlukan kendali kegiatan sebagai berikut :
1. Aktif, artinya seluruh siswa baru dapat berperan seoptimal mungkin mengeksplorasi potensi yang dimilikinya. Para Pembina (guru), tutor dan fasilitator harus dapat mangkondisikan hal ini
2. Kreatif, artinya para siswa baru mampu mengembangkan sesuatu yang sederhana menjadi hal yang lebih menarik dan lebih bermafaat
3. Inovatif adalah kondisi dan situasi yang merupakan akumulasi dari aktivitas dan kreatifitas dimana siswa dapat menemukan sesuatu yang baru lebih menarik, bermanfaat dan lebih kompetitif.
4. Inspiratif, artinya seluruh aktifitas, kreatifitas dan inovasi siswa dapat memberi stimulus dan menginspirasi siswa-siswa lainnya untuk mau berbuat atau berkreasi lebih atau minimal sama dengan yang sudah diperoleh temannya
5. Menyenangkan, dapat diartikan sebagai suasana yang menarik dan menyenangkan bagi para siswa untuk berkreasi dan mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Dalam konteks ini tidak diperkenankan sedikitpun ada tindakan kekerasan baik fisik ataupun phsikis
6. Ketegasan, diartikan sebagai implementasi untuk patuh pada komitmen yang telah disepakati bersama. Dalam keadaan semenarik apapun, ketegasan dalam pelaksanaan aturan tetap harus ditegakkan. Namun, harus digaris bawahi bahwa tegas tidak harus sama dengan keras. Ketegasan, sebetulnya, bisa tercipta dalam suasana menyenangkan.
Catatan : Rambu-rambu ini akan lebih efektif jika semua komponen ; guru, siswa (fasilitator) dan yang lainnya sudah lebih dahulu melaksanakan rambu-rambu ini.

3.2. Pelaksanaan MOSB
Secara garis besar MOSB ini dibagi dalam tiga jenis kegiatan / aktivitas yaitu :
1. Aktivitas didalam kelas (klasikal)
Aktivitas klasikal ini sebagai media untuk menyampaikan materi-materi yang bersifat teoritis dan informatif dengan metode diskusi , tanya jawab dan sedikit metode ceramah.Termasuk kedalam materi ini diantaranya ; profil sekolah (sebagai RSBI dan SBL), motivasi belajar, kepemimpinan dan organisasi, kedisiplinan ( termasuk didalamnya pengenalan tata tertib sekolah dan sanksi poin) dan lain-lain. Semua materi ini selain melibatkan guru, penyampaiannya bisa melibatkan siswa baik panitia atau diluar panitia. Contoh, dalam penyampaian materi motivasi belajar dapat langsung mempersilahkan para juara dalam lomba sains dan lain-lain untuk menyampaikan pengalamannya bagaimana mereka belajar. Atau pada materi kepemimpinan dan organisasi dipersilahkan langsung tampil para ketua organisasi ekstrakurikuler menyampaikan pengetahuan. Dan pengalaman bagaimana mereka menjadi pemimpin dan mengorganisir.

2. Aktivitas diluar kelas
Yang termasuk aktivitas di luar kelas diantaranya : pengenalan fisik sekolah, pengenalan personil lembaga, lomba*) dan pertandingan , bakti social dan PLPK. Beberapa kegitan yang biasa dilaksanakan dalam PLPK dapat dilaksanakan didalam kampus seperti kegiatan yang berhubungan dengan pengenalan kegiatan organisasi-organisasi ekskul selain Pramuka, sehingga kegiatan yang langsung berhubungan dengan kepramukaan dapat dilaksanakan dalam waktu yang lebih singkat. Diusulkan kegiatan pramuka diluar kampus SMA hanya berlangsung dua hari satu malam.
*) jenis lomba mengacu pada sepuluh sekbid yang ada diantaranya ; lomba khutbah/da’i,
Cepat tepat , pidato dengan bahasa inggris, penataan kelas dan lingkungan, model
pertolongan pertama (PMR), membuat karya tulis sederhana, lomba daur ulang
bahan,desain blog, lomba seni kreatif. Dan lain-lain Peserta lomba bisa perorangan
atau perwakilan kelas.

3. Aktivitas melalui dunia maya
Aktivitas ini adalah aktivitas yang membedakan sekolah RSBI dengan sekolah regular. Aktivitas ini dapat berupa kegiatan :
1. Pembuatan E-mail setiap siswa baru, kegiatan ini wajib bagi setiap siswa baru
2. Registrasi dan aktivasi setiap siswa baru sebagai user pada website SMAN 1 Banjar
3. Lomba desain blog sederhana.

Kamis, 21 Mei 2009

PEMBINAAN KESISWAAN

SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008
TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang :
a. bahwa untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab, diperlukan pembinaan kesiswaan secara sistematis dan berkelanjutan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pembinaan Kesiswaan; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia 1
Tahun 2003 Nomor 78 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2008;
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah; 2
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik;
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN. 3
BAB I
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 1 Tujuan pembinaan kesiswaan : a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan; c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat; d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society). Pasal 2 Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Pasal 3 (1) Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler; (2) Materi pembinaan kesiswaan meliputi : a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; b. Budi pekerti luhur atau akhlak mulia; c. Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara; 4
d. Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat; e. Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural; f. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; g. Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi ; h. Sastra dan budaya; i. Teknologi informasi dan komunikasi; j. Komunikasi dalam bahasa Inggris; (3) Materi pembinaan kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan lebih lanjut dalam jenis-jenis kegiatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini. (4) Jenis kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikembangkan oleh sekolah. BAB III ORGANISASI Pasal 4 (1) Organisasi kesiswaan di sekolah berbentuk organisasi siswa intra sekolah. (2) Organisasi kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi resmi di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi kesiswaan di sekolah lain. (3) Organisasi siswa intra sekolah pada SMP, SMPLB, SMA, SMALB dan SMK adalah OSIS. (4) Organisasi siswa intra sekolah pada TK, TKLB, SD, dan SDLB adalah organisasi kelas. 5
BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMBINAAN KESISWAAN Pasal 5 (1) Pembinaan kesiswaan di sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah. (2) Pembinaan kesiswaan di kecamatan menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di kecamatan. (3) Pembinaan kesiswaan di kabupaten/kota menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di kabupaten/kota. (4) Pembinaan kesiswaan di propinsi menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di propinsi. (5) Pembinaan kesiswaan secara nasional menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. BAB V PENDANAAN Pasal 6 (1) Pendanaan pembinaan kesiswaan di sekolah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). (2) Pendanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lain yang tidak mengikat. 6
BAB VI PENUTUP Pasal 7 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1984 tentang Pembinaan Kesiswaan dan semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8 Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 2008
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBDYO
Salinan sesuai dengan aslinya, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I, TTD. Muslikh, S.H NIP. 131479478 7
SALINAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2008 TANGGAL 22 JULI 2008

MATERI PEMBINAAN KESISWAAN DAN JENIS KEGIATAN PEMBINAAN KESISWAAN

1. Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain :
a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;
b. Memperingati hari-hari besar keagamaan;
c. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama;
d. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;
e. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;
f. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.


2. Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain :
a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;
b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);
c. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan;
d. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama;
e. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;
f. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan kerindangan). 8


3. Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain :
a. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
b. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne);
c. Melaksanakan kegiatan kepramukaan; d. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah;
e. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para pahlawan; f. Melaksanakan kegiatan bela negara;
g. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
h. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.


4. Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antar lain :
a. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian;
b. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;
c. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);
d. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;
e. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran;
f. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian;
g. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah;
h. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;
i. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;
j. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.


5. Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain :

a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;
b. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;
c. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;
d. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;
e. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato;
f. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan;
g. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah.


6. Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain :
a. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;
b. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;
c. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;
d. Melaksanakan praktek kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktek kerja industri (Prakerim); e. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;


7. Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain :
a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);
c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok, dan HIV AIDS;
d. Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja;
e. Melaksanakan hidup aktif;
f. Melakukan diversifikasi pangan;
g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.


8. Pembinaan sastra dan budaya, antara lain :

a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra;
b. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;
c. Meningkatkan daya cipta sastra;
d. Meningkatkan apresiasi budaya.


9. Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain :
a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran;
b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;
c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan.


10. Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain :
a. Melaksanakan lomba debat dan pidato;
b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi;
c. Melaksanakan kegiatan English Day;
d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);
e. Melaksanakan lomba puzzies words/scrabble.

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO

Salinan sesuai dengan aslinya, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I, TTD. Muslikh, S.H NIP. 131479478 11

Jumat, 08 Mei 2009

FISIKA ITU AYAT ALLAH


Jagat raya dengan segala isinya memperlihatkan kesempurnaan dan keteraturan yang luar biasa, sangat menakjubkan dan sekaligus penuh misteri. Tiap sudut alam adalah keajaiban, keindahan, keharmonisan dan kedahsyatan dari sebuah existensi yang tak terhingga. Dari alam yang sangat besar ; Galaksi, black hole, bintang raksasa, super nova dan lain-lain, dimana baginya planet bumi ini hanyalah setitik debu, sampai yang terkecil, yang amat sangat renik; elektron, proton, neutron, atom, virus, sel dan bakteri serta masih banyak lagi zarrah-zarrah lainnya, dimana baginya ujung jarum adalah sebuah lapangan yang sangat luas, selalu mempertontonkan existensinya dipelataran akal manusia dengan pertunjukkan amat memukau, menarik gairah akal untuk terus menyelaminya namun sekaligus membisukannya. Merontakan intelegensi manusia untuk berteriak: merdeka dari belenggu kebodohan!, namun sekaligus meruntuhkan dan melumpuhkan arogansi dan kesombongannya kemudian membekulah intelegensi manusia itu di ruang gelap yang pekat. Subhanallah! inilah Maha Karya Besar yang yang tercipta hanya dengan sebuah kata : KUN!, JADILAH ! Fayakun!, maka jadilah! Maka terciptalah ruang alam: materi dan energi dengan bingkai waktu. Dan tercipta pula alam lain yang tak terbingkai waktu. Dan, mungkin juga telah tercipta jutaan alam lain yang tidak bisa didefinisikan oleh akal manusia dengan segala keterbatasannya, karena memang, bagaimana mungkin akal manusia yang juga merupakan bagian dari ciptaan-Nya dan amat kecil dapat menjelaskan dan menjangkau seluruh yang tercipta dengan jumlah takterhingga. Maka sesungguhnya, wujud semesta adalah deskripsi amat nyata tentang Ada-Nya Sang Maha Pencipta. Alam adalah ayat Allah, ayat kauniyyah sebagai petunjuk sesungguhnya tentang Yang Maha Ada dengan segala keberadaan-Nya.


Alam sebagai ayat kauniyyah itulah semestinya selalu menjadi media tafakkur bagi seluruh manusia untuk menemukan jati dirinya sebagai mahluk Allah yang paling sempurna dan mengembangkan kompetensi fikirannya seoptimal mungkin sebagai bentuk nyata dari tugas utamanya di alam ini sebagai khalifah Allah di bumi, wakil Allah yang harus sanggup menata bumi yang dipijaknya dan langit yang menaunginya serta sekaligus menadikan tempat manusia mengabdi ( beribadah) kepada-Nya. Maka tafakkur tentang alam semesta dengan mempelajari sifat, perilaku dan interaksinya adalah merupakan sebuah keniscayaan bagi manusia untuk mencapai predikat mahluk paling mulia. Tanpa proses tersebut, akan sangat mustahil manusia bisa menampilkan dirinya sebagai khalifah Allah di alam ini.

Existensi alam berupa ayat -ayat Allah, terutama yang berwujud zat atau benda yang dapat dipelajari dan diteliti memiliki konsep, hukum, teori serta potulat sebagai deskripsi dari keteraturannya itu. Ilmu yang mempelajari sifat, perilaku dan interaksi alam dengan menggali konsep, hukum, teori dan postulat tersebut dinamakan ilmu fisika. Oleh karena itu tepatlah jika dikatakan bahwa fisika itu adalah ayat Allah.

Subhanallah. Wallahu A'lam ......!

Senin, 27 Oktober 2008

E-Learning Kota Banjar

Bagaimana Menjadi Siswa Sekolah Bertaraf Internasional
(An Experiences/ Sebuah Pengalaman)

Diedit dan ditambah
oleh:
Bapak Endang J. S.Pd., Bapak Drs. Ahmad S. dan Bapak Nanang S.

SMAN 1 Banjar, Jawa Barat

Arip Nurahman

(Indonesia University of Education, Bandung Indonesia & Open Course Ware at The Massachusetts Institute of Technology (MIT) Cambridge, Massachusetts, United States.)

Abstract

The word student is etymologically derived through Middle English from the Latin second-type conjugation verb "studēre", meaning "to direct one's zeal at"; hence a student could be described as 'one who directs zeal at a subject'. In its widest use, "student" is used for anyone who is learning

United Kingdom and Ireland

The term student is usually reserved for people studying at University level in the UK. Children studying at school are called pupils.

Students In England and Ireland

In England and Wales, teenagers in the last two years of school are called "sixth formers". If pupils follow the average pattern of school attendance, pupils will be in the "lower sixth" between the ages of 16 and 17, and the "upper sixth" between 17 and 18. They "go up" to University after the upper sixth.

In Scotland pupils sit Highers at the end of fifth year (when aged 16-17) after which it is possible for them to gain entry to university. However, many do not achieve the required grades and remain at school for sixth year. Even among those that do achieve the necessary grades it is common to remain at school and undertake further study (i.e. other subjects or Advanced Highers) and then start university at the same time as their friends and peers.

Students in United States

Before first year

Some schools use the term "prefrosh" or "pre-frosh" to describe their newly admitted students. Schools often offer a campus preview weekend for prefroshes to know the schools better. A student is considered a prefrosh until he or she registers for the first class.


First year

A freshman (slang alternatives that are usually derogatory in nature include "fish", "fresher", "frosh", "newbie", "freshie", "snotter", "fresh-meat", etc.) is a first-year student in college, university or high school. The less-common[citation needed] gender-neutral synonym "first-year student" exists; the variation "freshperson" is rare.[citation needed]

In many traditions there is a remainder of the ancient (boarding, pre-commuting) tradition of fagging. He may also be subjected to a period of hazing or ragging as a pledge(r) or rookie, especially if joining a fraternity/sorority or certain other clubs, mainly athletic teams. For example, many high schools have initiation methods for freshmen, including, but not limited to, Freshman Duct-taped Throw, Freshman races, Freshman Orientation, Freshman Freshening (referring to poor hygiene among freshmen), and the Freshman Spread.

Even after that, specific rules may apply depending on the school's traditions (e.g., wearing a distinctive beanie), non-observance of which may result in punishment in which the paddle may come into play.

Second year

In the U.S., a sophomore is a second-year student. Folk etymology has it that the word means "wise fool"; consequently "sophomoric" means "pretentious, bombastic, inflated in style or manner; immature, crude, superficial" (according to the Oxford English Dictionary). It appears to be most likely formed from Greek "sophos", meaning "wise", and "moros" meaning "foolish", although it may also have separately originated from the word "sophumer", an obsolete variant of "sophism"[1]. Outside of the U.S. the term "sophomore" is rarely used, with second-year students simply called "second years".

Post-second year

In the U.S. a "junior" is a student in the penultimate (usually third) year and a "senior" a student in the last (usually fourth) year of college, university, or high school. A college student who takes more than the normal number of years to graduate is sometimes referred to as a "super senior".[2] The term "underclassman" is used to refer collectively to freshmen and sophomores, and "upperclassman" to refer collectively to juniors and seniors, sometimes even sophomores. The term "middler" is used to describe a third-year student of a school (generally college) which offers five years of study. In this situation, the fourth and fifth years would be referred to as "junior" and "senior" years, respectively.


Introduction

International students are students, usually in early adulthood, who study in foreign educational institutions. While most universities have official student exchange programs, some well-funded high schools have them, too. Although some students travel abroad mainly to improve their language skills, others travel to advance their specialized studies. Still others study abroad because suitable tertiary education is either in short supply or unavailable altogether in their home countries. In addition, in many parts of the world, a foreign degree, especially if earned from certain countries, is honored more than a local one.

Contents

Aspek-aspek yang dikembangkan pada Sekolah Bertaraf Internasional adalah standar kompetensi

lulusan standar Internasional,
kurikulum standar internasional,
PBM standar internasional,
SDM standar internasional,
fasilitas standar internasional,
manajemen standar internasional,
pembiayaan standar internasional,
penilaian standar internasional.

Standar kompetensi lulusan Sekolah Bertaraf Internasional adalah keberhasilan lulusan yang melanjutkan ke sekolah internasional dalam negeri maupun di luar negeri dengan tetap berkepribadian bangsa Indonesia,

menguasai dan terampil menggunakan ICT,
mampu debat dengan Bahasa Inggris,

terdapat juara internasional dalam bidang:
olahraga,
kesenian,
kesehatan,
budaya, dll,

mampu menyelesaikan, tugas–tugas dan mengumpulkan portofolio dengan baik,

mampu meyampaikan/mendemonstrasikan tugas-tugas dari guru/sekolah,

mampu melaksanakan eksprimen dalam pengembangan pe­ngetahuan dan keterampilan,

mampu menemukan / mem­buktikan pengalaman bela­jarnya dengan berbagai karya,

mampu menulis dan mengarang dengan bahasa asing atau dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar,

memperoleh kejuaraan olimpiade internasional dalam bidang:
matematika,
fisika,
biologi,
kimia,
stronomi, dan atau lainnya
Iditunjukkan dengan sertifikat internasional),

NUAN rata-rata tinggi (> 7,5),

memiliki kemampuan penguasaan teknologi dasar,

melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik secara individual, kelompok/kolektif (lokal, nasional, regional, dan global) dengan bukti ada piagam kerjasama atau MoU yang dilakukan oleh lulusan,

memiliki dokumen lulusan tentang karya tulis, persuratan, administrasi sekolah, penelitian, dll dalam bahasa asing atau dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar,

memiliki dokumen dan pelaksanaan, pengelolaan kegiatan belajar secara baik (ada perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan evaluasi) dari lulusan, menguasai budaya bangsa lain, memiliki dokumen karya tulis, nilai, dll tentang pemahaman budaya bangsa lain dari lulusan,

memiliki pemahaman terhadap kepedulian dengan lingkungan sekitar sekolah, baik lingkungan sosial, fisik maupun budaya,

memiliki berbagai karya-karya lain dari lulusan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, bangsa, dll, dan terdapat usaha-usaha dan atau karya yang mencerminkan jiwa kewirausahaan lulusan.

Begitu banyak kriteria yang harus dimiliki oleh SISWA SEKOLAH BERTARAF INTERNATIONAL, menurut pengalaman penulis kriteria ini memang sangat sulit sekali diraih oleh tiap individu pada diri siswa. Namun tidak ada yang tidak mungkin bila kita terus berusaha dengan tekun dan optimal serta sistematis.

Pengalaman Penulis ketika berusaha bagaimana untuk menjadi seorang SISWA SEKOLAH BERTARAF INTERNATIONAL? adalah tidak serumit dan sekomplikasi seperti yang disebutkan dalam kriteria tadi.
KUNCINYA ADALAH:

1. KEJUJURAN YANG KONSISTEN
2. PENGUASAAN BAHASA INGGRIS YANG MATANG
3. PENGUASAAN ICT (TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI) YANG MEMADAI
4. MAMPU MENULIS DAN MEMPUBLIKASIKAN KARYA-KARYA ILMIAH

Cukuplah 4 keterampilan awal ini yang harus dikembangkan dalam diri SISWA, dengan KEJUJURAN maka potensi sisiwa yang sesungguhnya akan muncul. Mengusai Bahasa Inggris adalah awal atau kunci pembuka ilmu-ilmu pengetahuan pendukung lainnya.
Mampu memanfaatkan ICT maka SISWA mampu menjalin relasi dengan berbagai orang dari belahan dunia manapun.
Terampil menulis dan mempublikasikan Karya-karya Ilmiah, siswa akan mendapat kepercayaan luas dari masyarakat Luas, terutama oleh masyarakat AKADEMIS.
Dengan niat yang sungguh-sungguh dan keyakinan semoga setiap jiwa-jiwa yang ingin menggapai tujuan akan dibimbing oleh DIA YANG MAHA DI ATAS SEGALANYA.


Prospective international students are usually required to sit for language tests, such as IELTS[1] & TOEFL[2](English speaking education), DELF[3] (French speaking education) or DELE[4] (Spanish speaking education), before they are admitted. Tests notwithstanding, while some international students already possess an excellent command of the local language upon arrival, some find their language ability, considered excellent domestically, inadequate for the purpose of understanding lectures, and/or of conveying oneself fluently in rapid conversations.

Many countries force international students to pay higher tuition than citizens of the country. This discrimination is usually justified by the argument that the students' parents do not pay taxes in the country. The fact that a large number of international students decide to settle in the country where they are studying and become productive citizens is, however, ignored in such cases.

Criticisms

International student programs have over the years encountered a number of criticisms, both from the host countries and from the international students themselves. While some of the criticisms are well-founded, others are based on misperceptions or even racism.

International student programs can be a politically sensitive issue in the host countries. Opponents of the programs fear that international students would take the limited university placements away from local students. Proponents of the programs counter this belief by arguing that the high fees paid by international students enable universities to maintain, or even increase, placements for local students.

It is not unusual for international students to encounter language problems in the host countries. Despite the pre-admission language tests — which might give the students a false sense of mastery over a foreign language — students often find it difficult to understand the coursework, and some might feel that their lecturers are unhelpful in explaining the coursework to them. Academics, under pressure from cash-strapped university authorities to retain international students, sometimes make the courses easier, to the resentment of many local students. It has been speculated that language difficulties may contribute to the problem of plagiarism, particularly in the form of using essay mills.[5]

Finally, many would-be employers, especially those within the host countries, find some former international students have unsatisfactory language abilities, despite having earned university degrees.

A major drawback of International Students Programs is the reluctance of universities, in the host country, to face immigration limitations and expose them clearly to their incoming foreign students.

* They may have difficulties in obtaining a long term work visa.
* They may face as a consequence large salary gaps in comparison to their fellow nationals.
* The tuition fees may be too high with respect to their work prospects.
* They may be barred from high profile jobs where citizenship is a prerequisite.


References

* 1. http://www.ielts.org/ IELTS
* 2. http://www.ets.org TOEFL
* 3. http://french.about.com/ DELF
* 4. http://www.donquijote.org/english/courses.dele.asp DELE
* 5. http://www.smh.com.au/news/opinion/plagiarism-rises-amid-funding-cuts/2006/11/22/1163871480372.html Plagiarism rises amid funding cuts


2008 Oktober 24 06:31

Minggu, 19 Oktober 2008

GURU SEBAGAI TENAGA PROFESSIONAL

Diedit dan ditambah
oleh:
Bapak Endang J. S.Pd., Bapak Drs. Ahmad S. dan Bapak Nanang S.

SMAN 1 Banjar, Jawa Barat

Arip Nurahman

(Indonesia University of Education, Bandung Indonesia & Open Course Ware at The Massachusetts Institute of Technology (MIT) Cambridge, Massachusetts, United States.)

Abstract

In education, a teacher is one who helps students or pupils, often in a school, as well as in a family, religious or community setting. A teacher is an acknowledged guide or helper in processes of learning. A teacher's role may vary between cultures. Academic subjects are emphasized in many societies, but a teacher's duties may include instruction in craftsmanship or vocational training, spirituality, civics, community roles, or life skills. In modern schools and most contemporary occidental societies, where scientific pedagogy is practiced, the teacher is defined as a specialized profession on the same level as many other professions.

Introduction

Teaching may be carried out informally, within the family (see Homeschooling) or the wider community. Formal teaching may be carried out by paid professionals. Such professionals enjoy a status in some societies on a par with physicians, lawyers, engineers, and accountants (Chartered or CPA).

A teacher's professional duties may extend beyond formal teaching. Outside of the classroom teachers may accompany students on field trips, supervise study halls, help with the organization of school functions, and serve as supervisors for extracurricular activities. In some education systems, teachers may have responsibility for student discipline.

Around the world teachers are often required to obtain specialized education and professional licensure. The teaching profession is regarded for having a body of specialised professional knowledge, codes of ethics and internal monitoring.

There are a variety of bodies designed to instill, preserve and update the knowledge and professional standing of teachers. Around the world many governments operate teacher's colleges, which are generally established to serve and protect the public interest through certifying, governing and enforcing the standards of practice for the teaching profession.

The functions of the teacher's colleges may include setting out clear standards of practice, providing for the ongoing education of teachers, investigating complaints involving members, conducting hearings into allegations of professional misconduct and taking appropriate disciplinary action and accrediting teacher education programs. In many situations teachers in publicly funded schools must be members in good standing with the college, and private schools may also require their teachers to be college members. In other areas these roles may belong to the State Board of Education, the Superintendent of Public Instruction, the State Education Agency or other governmental bodies. In still other areas Teaching Unions may be responsible for some or all of these duties.

Contents

Pedagogy and teaching

In education, teachers facilitate student learning, often in a school or academy or perhaps in another environment such as outdoors. A teacher who teaches on an individual basis may be described as a tutor.

The objective is typically accomplished through either an informal or formal approach to learning, including a course of study and lesson plan that teaches skills, knowledge and/or thinking skills. Different ways to teach are often referred to as pedagogy. When deciding what teaching method to use teachers consider students' background knowledge, environment, and their learning goals as well as standardized curricula as determined by the relevant authority. Many times, teachers assist in learning outside of the classroom by accompanying students on field trips. The increasing use of technology, specifically the rise of the internet over the past decade has begun to shape the way teachers approach their role in the classroom.

The objective is typically a course of study, lesson plan, or a practical skill. A teacher may follow standardized curricula as determined by the relevant authority. The teacher may interact with students of different ages, from infants to adults, students with different abilities and students with learning disabilities.

Secondary School Teachers

Perhaps the most significant difference between primary and secondary teaching in the UK is the relationship between teachers and children. In primary schools each class has a teacher who stays with them for most of the week and will teach them the whole curriculum. In secondary schools they will be taught by different subject specialists each session during the week and may have 10 or more different teachers. The relationship between children and their teachers tends to be closer in the primary school where they act as form tutor, specialist teacher and surrogate parent during the course of the day.

This is true throughout most of the United States as well. However, alternative approaches for primary education do exist. One of these, sometimes referred to as a "platoon" system, involves placing a group of students together in one class that moves from one specialist to another for every subject. The advantage here is that students learn from teachers who specialize in one subject and who tend to be more knowledgeable in that one area than a teacher who teaches many subjects. Students still derive a strong sense of security by staying with the same group of peers for all classes.

Co-teaching has also become a new trend amongst educational institutions. Co-teaching is defined as two or more teachers working harmoniously to fulfill the needs of every student in the classroom. Co-teaching focuses the student on learning by providing a social networking support that allows them to reach their full cognitive potential. Co-teachers work in sync with one another to create a climate of learning.


Berbicara tentang cita-cita anak-anak di masa sekarang tentu sudah akan berbeda dengan 20 bahkan 10 tahun yang lalu, dimana lebih banyak anak yang bercita-cita menjadi dokter, pengacara, maupun pilot. Kemudian dimana anak-anak memposisikan guru? Bukankah setiap hari mereka selalu berhadapan dengan guru mereka dan berinteraksi dengan mereka?

Berbicara mengenai guru, tentu yang akan terlintas dalam benak kita adalah gaji yang sedikit serta kualitas mereka. Jika kita sering memperhatikan berita-berita yang ada di surat kabar, cerita tentang nasib guru bukanlah cerita yang menyenangkan, akan tetapi cerita yang suram dan menyedihkan. Misalnya nasib guru kontrak yang ada di wilayah-wilayah pelosok Indonesia. Hal ini tentu dapat dijadikan refleksi bagi institusi penghasil guru serta pemerintah.

Ketika kondisi pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan, dimana biaya pendidikan semakin mahal, masyarakat menuntut kualitas pengajaran yang baik. Sebagaimana dikemukakan oleh Freire (2002), pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yaitu pengajar, pelajar atau anak didik, serta realitas dunia, maka kita tidak dapat menyalahkan guru semata yang mungkin dinilai tidak qualified untuk mengajar, melainkan kita juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang mendukung kondisi pendidikan kita.

Peningkatan kualitas para guru memang masih dipertanyakan sampai sekarang ini. Fenomena yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa banyak para sarjana di bidang non kependidikan mengambil alternatif program tambahan Akta IV atau program kependidikan guna mendapat sertifikat supaya dapat menjadi guru. Pada umumnya mereka mengambil alternatif Akta IV sebagai alternatif terakhir mengingat pekerjaan yang lain sangat sulit diperoleh. Bagaimana dengan kualitas mereka, benarkah mereka mampu menjadi guru sebagai tenaga profesional?

Terkadang manusia melihat suatu jenis pekerjaan berdasarkan prestigenya. Seperti menjadi dokter tentu masyakarat akan lebih menghargainya dibandingkan guru. Selain gaji yang berbeda, proses pembelajaran yang dijalani oleh calon dokter juga berbeda dengan calon guru. Sehingga sudah merupakan hal yang lumrah dimana gaji yang mereka peroleh di masa bekerjanya cukup besar yaitu seimbang dengan biaya yang dikeluarkan selama proses belajar untuk menjadi dokter.

Alangkah bahagianya para guru itu jika mendapatkan reward yang hampir sama dengan dokter. Mereka tidak harus terus mengemban label "pahlawan tanpa tanda jasa" bukan? Sebaiknya institusi penghasil guru perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Memperbaiki kurikulum perkuliahan dengan menekankan pada kompetensi guru yang berkualitas; 2) Memasukkan program pembekalan lapangan dalam proses belajar-mengajar selama jangka waktu 1 tahun di sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar sebagai wahana pembentukan tenaga guru yang profesional.

Kemudian dari pemerintah diharapkan dapat melaksanakan program penempatan guru di wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang masih banyak mnembutuhkan guru dengan memberikan gaji yang sesuai, oleh karena itu anggaran pendidikan perlu ditingkatkan. Peningkatan anggaran ini tidak hanya untuk mensejahterakan guru sebagai tenaga pengajar, melainkan juga untuk mengembangkan program-program untuk meningkatkan mutu pendidikan. Semua usaha ini jika dapat dilaksanakan secara sinergis maka sedikit demi sedikit akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang selama ini masih merupakan suatu impian masyarakat Indonesia pada umumnya.

Closing

See also

* Certified teacher
* Paraprofessional educator
* College of Education
* Student teacher
* Teacher's union
* Substitute teacher


References

www.banjarcyberschool.co.cc

1. http://www.tda.gov.uk/upload/resources/pdf/t/teacher_salaries.pdf 'Teacher Salaries from September 2007' TDA (Training and Development Agency)
2. Department of Education & Science - - Education Personnel
3. Training to be a teacher GTC Scotland
4. Teach in Scotland
5. Elementary School Teachers, Except Special Education
6. Middle School Teachers, Except Special and Vocational Education
7. Secondary School Teachers, Except Special and Vocational Education
8. "U.S. Department of Labor: Bureau of Labor Statistics. (July 18, 2007). Teachers—Preschool, Kindergarten, Elementary, Middle, and Secondary: Earnings.". Retrieved on 2007-10-11.

Minggu, 12 Oktober 2008

Menggagas Sekolah Bertaraf International di Kota Banjar

“Suatu hari cucu-cucu kita akan harus pergi ke museum untuk melihat seperti apa itu kebodohan”
-H2O-
Kita harus berani bermimpi bahwa 8 tahun mendatang Kota Banjar mempunyai Sekolah International yang diakui Dunia

Ditambah dan diedit oleh:
Bpk. Endang J. S.Pd., Bpk. Drs. Ahmad S., Bpk. Drs. Nanang S.
(SMAN 1 Banjar)
Dan
Arip Nurahman
(Indonesia University of Education & MIT Open Course Ware USA)
Abstract
An International school is loosely defined as a school that does not require their students to learn the national or local language of the country the school is located in. These schools cater mainly to students who are not nationals of the host country, such as the children of the staff of international businesses, international organizations, foreign embassies, missions, or missionary programs. Many local students attend these schools to learn the language of the international school and to obtain qualifications for employment or higher education in a foreign country. International schools can be both private, or public.
Introduction
Establishment
The first International schools were founded in the latter half of the 19th century in countries such as Japan, Switzerland and Turkey.[citation needed] Early International schools were set up with the help of nations having large interests in the hosting nation. An exception to this rule being Robert College in Istanbul.[citation needed]
Curriculum
International schools typically use curricula based on the school's country of origin. The most common international schools represent Education in the United Kingdom or Education in the United States. Many international schools use curricula specially designed for international school such as the International General Certificate of Secondary Education or the IB Diploma Programme. Like other schools, international schools teach the subjects such as language arts, mathematics, the sciences, humanities, the arts, physical education, information technology, and design technology. More recent developments specifically for primary school include the IBs Primary Years Programme (PYP) and the fast growing International Primary Curriculum (IPC).
Faculty
Faculties at International Schools are usually from or certified by the standards of their country of origin. However there are many exceptions. The most common exception is when the international school requires a teacher trained specifically for an international syllabus or for teaching a foreign language rare to the international school's country of origin. Hiring is frequently done at large international job fairs where schools can interview and hire several teachers at once.[citation needed]
Isi
Visi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu terwujudnya insan Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Merespon visi tersebut, Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang harus bekerja keras untuk meningkatkan mutu sumber daya manusianya yang masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain, khususnya di kawasan Asia.
Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan. Fokus utama yang harus perhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan institusi sekolah sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya manusianya, maupun sarana dan prasarananya. Salah satu program yang dilaksanakan pemerintah agar perubahan dan perkembangan tersebut dapat direspon dengan cepat adalah dengan meningkatkan kualitas/mutu sekolah dengan mengembangkan sekolah bertaraf internasional.
Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Sekolah Bertaraf Internasional pada hakikatnya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 (delapan) standar, yaitu:

1. Kompetensi lulusan,
2. Isi,
3. Proses,
4. Pendidik dan tenaga kependidikan,
5. Sarana dan prasarana,
6. Pembiayaan,
7. Pengelolaan,
8. Penilaian yang diperkaya, dikembangkan, diperluas, diperdalam melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan yang dianggap reputasi mutunya diakui secara internasional.

Aspek-aspek yang dikembangkan pada Sekolah Bertaraf Internasional adalah standar kompetensi lulusan standar Internasional, kurikulum standar internasional, PBM standar internasional, SDM standar internasional, fasilitas standar internasional, manajemen standar internasional, pembiayaan standar internasional, penilaian standar internasional.
Standar kompetensi lulusan Sekolah Bertaraf Internasional adalah keberhasilan lulusan yang melanjutkan ke sekolah internasional dalam negeri maupun di luar negeri dengan tetap berkepribadian bangsa Indonesia, menguasai dan terampil menggunakan ICT, mampu debat dengan Bahasa Inggris, terdapat juara internasional dalam bidang: olahraga, kesenian, kesehatan, budaya.
Mampu menyelesaikan, tugas–tugas dan mengumpulkan portofolio dengan baik, mampu meyampaikan/mendemonstrasikan tugas-tugas dari guru/sekolah, mampu melaksanakan eksprimen dalam pengembangan pe¬ngetahuan dan keterampilan, mampu menemukan / mem¬buktikan pengalaman bela¬jarnya dengan berbagai karya, mampu menulis dan mengarang dengan bahasa asing atau dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, memperoleh kejuaraan olimpiade internasional dalam bidang: matematika, fisika, biologi, kimia, stronomi, dan atau lainnya Iditunjukkan dengan sertifikat internasional),
NUAN rata-rata tinggi (> 7,5), memiliki kemampuan penguasaan teknologi dasar, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik secara individual, kelompok/kolektif (lokal, nasional, regional, dan global) dengan bukti ada piagam kerjasama atau MoU yang dilakukan oleh lulusan, memiliki dokumen lulusan tentang karya tulis, persuratan, administrasi sekolah, penelitian.
Mampu menguasai bahasa asing dan bahasa Indonesia yang baik dan benar, memiliki dokumen dan pelaksanaan, pengelolaan kegiatan belajar secara baik (ada perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan evaluasi) dari lulusan, menguasai budaya bangsa lain, memiliki dokumen karya tulis, nilai, dll tentang pemahaman budaya bangsa lain dari lulusan, memiliki pemahaman terhadap kepedulian dengan lingkungan sekitar sekolah, baik lingkungan sosial, fisik maupun budaya, memiliki berbagai karya-karya lain dari lulusan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, bangsa, dan terdapat usaha-usaha dan atau karya yang mencerminkan jiwa kewirausahaan lulusan.
Sekolah Berstandar Internasional akan dicapai melalui sebuah proses peningkatan kualitas sekolah yang berkesinambungan. Salah satu tujuan pokoknya adalah lulusan sekolah yang kompetensinya diakui secara internasional. Proses peningkatan kualitas ini menyangkut semua komponen sekolah yang meliputi kegiatan belajar mengajar.
Tulisan ini bertujuan untuk:
(1) Meningkatkan Mutu Tenaga Kependidikan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI),
(2) Mengimplementasikan peran LPMP dalam program pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) pada sekolah-sekolah yang ditetapkan sebagai pilot project,
(3) Menyamakan persepsi di antara tenaga kependidikan tentang program pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI),
(4) Menyusun rencana dan strategi program pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berdasarkan kompetensi lulusan,
(5) Meningkatkan Mutu Pendidik Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

Education in developing countries


World map indicating Education Index
(according to 2007/2008 Human Development Report)
In some developing countries, the number and seriousness of the problems faced are naturally greater.[citation needed] People in more remote or agrarian areas are sometimes unaware of the importance of education. However, many countries have an active Ministry of Education, and in many subjects, such as foreign language learning, the degree of education is actually much higher than in industrialized countries; for example, it is not at all uncommon for students in many developing countries to be reasonably fluent in multiple foreign languages, whereas this is much more of a rarity in the supposedly "more educated" countries where much of the population is in fact monolingual.
There is also economic pressure from those parents who prefer their children making money in the short term over any long-term benefits of education.[citation needed] Recent studies on child labor and poverty have suggested that when poor families reach a certain economic threshold where families are able to provide for their basic needs, parents return their children to school.[citation needed] This has been found to be true, once the threshold has been breached, even if the potential economic value of the children's work has increased since their return to school.[citation needed] Teachers are often paid less than other similar professions.[citation needed]
A lack of good universities, and a low acceptance rate for good universities, is evident in countries with a relatively high population density.[citation needed] In some countries, there are uniform, over structured, inflexible centralized programs from a central agency that regulates all aspects of education.
• Due to globalization, increased pressure on students in curricular activities
• Removal of a certain percentage of students for improvisation of academics (usually practised in schools, after 10th grade)
India is now developing technologies that will skip land based phone and internet lines. Instead, India launched EDUSAT, an education satellite that can reach more of the country at a greatly reduced cost. There is also an initiative started by a group out of MIT and supported by several major corporations to develop a $100 laptop. The laptops should be available by late 2006 or 2007. The laptops, sold at cost, will enable developing countries to give their children a digital education, and to close the digital divide across the world.
In Africa, NEPAD has launched an "e-school programme" to provide all 600,000 primary and high schools with computer equipment, learning materials and internet access within 10 years. Private groups, like The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, are working to give more individuals opportunities to receive education in developing countries through such programs as the Perpetual Education Fund. An International Development Agency project called nabuur.com, started with the support of American President Bill Clinton, uses the Internet to allow co-operation by individuals on issues of social development.

Internationalizations
Education is becoming increasingly international. Not only are the materials becoming more influenced by the rich international environment, but exchanges among students at all levels are also playing an increasingly important role. In Europe, for example, the Socrates-Erasmus Programme stimulates exchanges across European universities. Also, the Soros Foundation provides many opportunities for students from central Asia and eastern Europe. Some scholars argue that, regardless of whether one system is considered better or worse than another, experiencing a different way of education can often be considered to be the most important, enriching element of an international learning experience.[27]

Kesimpulan dan Penutup
Kita tidak perlu takut untuk bermimpi dan berharap bahwasannya di Kota Banjar suatu hari nanti berdiri tegak sebuah sekolah international yang handal dan diakui dunia karena kualitasnya. permasalahnnya adalah bukan bisa atau tidak bisa tapi mau atau tidak mau dan Kita harus mau.
“KITA SUDAH LAMA TAKUT UNTUK BERMIMPI, SEKARANG SAATNYA MENGANYAM BENANG-BENANG HARAPAN ITU”
-H2O-
Hubungan
• Asian International School, Bali
• Bali International School
• Bandung Alliance International School
• Bandung International School
• Bandung Japanese School
• Bandung International School
• Batu Hijau International School,Ampenan
• Bogor Expatriate School
• Gandhi Memorial International School
• Green School, Kul-Kul Campus
• Hillcrest International School
• Manado International School
• Medan International School
• Mountainview International Christian School
• Sekolah Ciputra
• Semarang International School
• Surabaya European School
• Surabaya International School
• Wesley International School, Malang
• Yogyakarta International School
Menanti: Banjar International School, amin.

Referensi:

http://banjarcyberschool.blogspot.com/
• ^ educating - Definition from the Merriam-Webster Online Dictionary
• ^ UNESCO, Education For All Monitoring Report 2008, Net Enrollment Rate in primary education
• ^ Swassing, R. H., Barbe, W. B., & Milone, M. N. (1979). The Swassing-Barbe Modality Index: Zaner-Bloser Modality Kit. Columbus, OH: Zaner-Bloser.
• ^ Varied Learning Modes
• ^ Barbe, W. B., & Swassing, R. H., with M. N. Milone. (1979). Teaching through modality strengths: Concepts and practices. Columbus, OH: Zaner-Bloser.